Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sering Tak Disadari, Pola Asuh Orangtua yang Bikin Anak Rentan Depresi

Sering Tak Disadari, Pola Asuh Orangtua yang Bikin Anak Rentan Depresi Anak Stres/ Foto: Shutterstock

Dream - Ayah dan ibu memiliki gaya pengasuhan yang cenderung berbeda. Penting bagi orangtua untuk menyamakan visi dalam menerapkan pola asuh di rumah agar kompak dan membentuk karakter anak dengan baik.

Banyak orangtua yang beranggapan kalau apa yang dilakukannya dalam mengasuh adalah demi kebaikan anak. Seringkali, cara yang dilakukan justru sebaliknya malah membuat anak stres bahkan depresi.

Rupanya ada pola asuh yang cenderung bisa menyebabkan depresi pada anak. Menurut tinjauan studi terbaru oleh Population Mental Health Group di Melbourne School of Population and Global Health yang meneliti 181 studi, pola asuh yang salah terbukti dapat menjadi penyebab depresi pada anak.

Berikut ini beberapa tipe pola asuh anak yang dapat menyebabkan depresi, dikutip dari KlikDokter.

1. Pola Asuh Otoriter
Psikoloh Gracia Ivonika, mengatakan bahwa pola asuh otoriter atau authoritarian parenting style berhubungan erat dengan peningkatan risiko depresi pada anak. Kata otoriter merujuk pada gambaran pola asuh yang berfokus pada pemaksaan.

Anak harus menuruti apa yang orangtua katakan tanpa membantah. Dalam pola asuh ini, orangtua juga tidak mengizinkan anak terlibat dalam pemecahan masalah.

“Pola asuh otoriter biasanya tidak ada kehangatan, karena orangtua terlalu protektif dan mengatur, tapi tidak diimbangi dengan kedekatan emosional maupun kehangatan dalam pengasuhan sehingga dapat memicu depresi pada anak,” ujar Gracia.

Anak yang besar dengan pola asuh otoriter juga mungkin memiliki pandangan yang buruk terhadap orangtuanya. Hal ini dapat meningkatkan risiko masalah pada harga diri anak, karena pendapatnya yang selalu tidak dihargai.

 

2. Pola Asuh Tanpa Terlibat

Menurut Gracia, pola asuh yang tidak melibatkan orangtua secara langsung dapat pula menyebabkan depresi pada anak. Semua urusan anak diserahkan pada pengasuh dan orangtua tak mengetahui kondisi anak sebenarnya.

“Orangtua terlalu cuek, sehingga anak tidak merasakan adanya keterikatan emosional. Padahal, orangtua seharusnya memberikan rasa aman, nyaman dan kehangatan, tapi hal itu tidak didapatkan oleh anak,” kata Gracia.

Tidak dipungkiri, dukungan dan kedekatan keluarga bisa menjadi pondasi anak ketika mereka berada di luar rumah. Contohnya, ketika anak merasa tidak aman di lingkungan sekolah, paling tidak ia memiliki orangtua untuk berlindung dari kondisi tersebut.

Di sisi lain, orangtua yang tidak terlibat dalam pola asuh berharap bahwa anak dapat membesarkan diri mereka sendiri. Orangtua dengan pola asuh tersebut juga menuntut anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Keadaan tersebut dapat membuat anak memiliki masalah dengan harga dirinya. Mereka pun cenderung memiliki prestasi yang buruk di sekolah, sering terlibat perilaku bermasalah dan peringkat kebahagiaannya rendah.

 

3. Tiger Parenting

Tiger parenting menuntut anak untuk selalu unggul dalam hal akademis. Tipe pola asuh ini juga cenderung bersifat keras, menuntut, dan tidak mendukung anak secara emosional.

Souzan Swift, PsyD, seorang psikolog mengatakan bahwa sukses adalah tujuan utama dari tiger parenting. Anak-anak pun sering menuruti apa pun permintaan orangtua. Mereka cenderung takut terhadap hukuman dan tidak diterima keluarga. Ini dapat berimbas pada stres dan depresi pada anak.


Selenglapnya baca di sini

Psikiater Anak: Jangan Jadikan Buah Hati 'Tong Sampah' Emosi

Dream - Belum ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 bakal berakhir. Prioritas saat ini adalah mampu bertahan hidup, menjaga kesehatan fisik maupun mental seluruh keluarga termasuk anak-anak.

Untuk menjaga kesehatan fisiknya, ayah bunda pasti sudah tahu hal-hal yang harus disiapkan dan dilakukan. Mulai dari menyiapkan makanan sehat, vitamin, masker hingga face shield.

Lalu bagaimana dengan kesehatan mental anak selama pandemi? Hal tersebut kerap kali luput dari perhatian.

Menurut dr. Anggia Hapsari, Sp.KJ (K), spesialis kedokteran jiwa konsultan psikiatri anak dan remaja RS Pondok Indah Bintaro Jaya dalam webinar yang digelar RS Pondok Indah Group pada 29 Juni 2021, anak-anak jadi pihak yang paling terdampak karena pandemi dalam hal kesehatan mental.

"Anak tidak mengeluh ketika punya perasaan lonely/ kesepian, mereka tak bisa mengatakannya. Lebih banyak mengatakan bosan. Mereka harus kompromi dengan perubahan, gak bisa exercise, kalau pun bisa terbatas, belum lagi terjadi perubahan pola asuh selama pandemi. Misalnya terjadi permasalah ekonomi, masalah rumah tangga," kata dr. Anggia.

 

Peka Terhadap Perubahan Anak

Penting bagi orangtua untuk memperhatikan perubahan sikap dan perilaku anak sehari-hari. Jika ada perubahan seperti menarik diri, lebih suka sendiri, sering mengeluhkan nyeri tanpa sebab, tak termotivasi, bisa jadi anak sedang mengalami stres.

Tanpa disadari, seringkali sikap orangtua saat di rumah dan kondisi pandemi membuat anak mengalami stres tinggi. Salah satunya karena orangtua meluapkan emosi negatif pada anak karena hal lain.

"Kita harus membantu diri kita dulu sebagai orangtua, perbaiki emosi kita dulu baru membantu emosi anak-anak agar bisa bertahan saat pandemi, dan sehat jiwa tentunya. Prinsipnya menjaga susasa hati mood orangtua. Jangan jadikan anak-anak tong sampah orang dewasa. Kalau di ruang praktik banyak yang cerita mereka dicurhati orangtuanya, anak-anak juga punya perasaan lho," ujar dr. Anggia.

Dokter Anggia mengingatkan para orangtua untuk menggunakan tiap kesempatan membangun kelekatan dengan anak. Eksplor hal lain di luar jam sekolah misalnya. Buat aktivitas menyenangkan bersama anak yang melibatkannya.

Kuncinya adalah benar-benar hadir untuk anak secara fisik dan pikiran. Jangan sampai saat bersama anak, otak dan pikiran malah tertuju pada gadget atau pekerjaan dan mengeluhkan banyak hal pada anak. Pasalnya, banyak orangtua saat sedang stres dan emosinya tak stabil malah melampiaskannya pada anak. Ini sangat berbahaya.

ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Orangtua Tak Konsisten Ternyata Bikin Anak Gampang Ngamuk

Orangtua Tak Konsisten Ternyata Bikin Anak Gampang Ngamuk

"Orangtua yang gak konsisten bikin anak jadi bingung. Anak jadi gak ngerti sebenarnya boleh apa nggak?"

Baca Selengkapnya
Anak Demam Ternyata Tak Boleh Asal Dikerok, Kulitnya Bisa Iritasi

Anak Demam Ternyata Tak Boleh Asal Dikerok, Kulitnya Bisa Iritasi

Banyak orangtua yang suka mengerok buah hatinya, dengan harapan gejala demam segera mereda. Ternyata bisa berbahaya.

Baca Selengkapnya
Cara Memilih Susu untuk Menaikkan Berat Badan Anak Terbaru 2024

Cara Memilih Susu untuk Menaikkan Berat Badan Anak Terbaru 2024

Simak dan ikuti cara memilih susu untuk menaikkan berat badan anak, agar gizi anak tetap seimbang dan terpenuhi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Anak Dipukul Teman Sebaya, Psikolog Rekomendasikan Hal Ini

Anak Dipukul Teman Sebaya, Psikolog Rekomendasikan Hal Ini

Orangtua kadang langsung terpancing emosi dan meminta anak untuk membalas. Ada juga yang sebaliknya, meminta anak untuk menghindari konflik.

Baca Selengkapnya
Anak Perempuan Bareng Ayahnya Ini Jadi Istri Mantan Penyanyi Cilik Terkenal, Siapa Dia?

Anak Perempuan Bareng Ayahnya Ini Jadi Istri Mantan Penyanyi Cilik Terkenal, Siapa Dia?

Belum lama ini, dia dan suaminya baru saja mengumumkan kehamilan anak pertamanya.

Baca Selengkapnya
NOTED KAK! When Cegil diajak Ngonten

NOTED KAK! When Cegil diajak Ngonten

Kurang lebih begini keadaannya kalau anak kantor jadi diajak bikin konten. Temen kalian ada yang kaya gini gak?

Baca Selengkapnya