Dream - Pandemi membuat ibu selama di rumah kerap dihantui rasa bersalah. Kondisi memaksa ibu untuk menjadi 'penjaga'. Seperti mengingatkan seluruh keluarga untuk menjaga kesehatan, menyediakan kebutuhan selama pandemi, menjadi 'guru', memutar otak mengurus keuangan karena pemasukan menurun drastis dan masih banyak lagi.

Saat ada yang sakit, sekolah online yang tak lancar atau hal yang tak sesuai dengan rencana, ibu pun dihantui rasa bersalah. Terutama pada ibu bekerja yang juga ingin berkontribusi pada sumber keuangan keluarga.

Sebuah studi pada 255 orangtua di 2016 mengungkap kalau para ibu memiliki tingkat rasa bersalah dalam membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ayah. Lalu, mengapa ibu begitu diganggu oleh "rasa bersalah", dan ayah tampaknya tidak terlalu terpengaruh?

"Perempuan merasa lebih bersalah dan khususnya para ibu, daripada pria karena mereka selalu khawatir tentang bagaimana pilihan mereka memengaruhi hubungan sosial. Mereka tahu bahwa mereka perlu bekerja dan mempraktikkan perawatan diri, tetapi mereka khawatir tentang konsekuensi pada anak," ujar Lea Lis, seorang psikiater, dikutip dari Psychology Today.

Mencari Efek Negatif yang Paling Kecil

Perempuan cenderung selalu mencari cara untuk membuat keputusan dengan konsekuensi negatif paling kecil. Sementara pria tahu kalau tugasnya adalah bekerja. Seperti 'saya dapat memenuhi kebutuhan anak saya dan memberi mereka kehidupan yang lebih baik, anak-anak bersama ibunya'. Jadi bagi banyak pria, tidak perlu merasa bersalah, karena mereka tahu sudah bekerja dan memenuhi kebutuhan materi keluarganya.

Menurut Lis, individualitas dan kekuatan pada laki-laki seringkali dihargai, sedangkan keterampilan sosial perempuan cenderung lebih dianggap. Ini karena perempuan harus menghabiskan hampir satu tahun hidup mereka untuk hamil dan satu tahun lagi untuk menyusui anak. Ini menempatkan perempuan pada posisi yang sangat rentan terkait keutuhan keluarga.

Atasi Rasa Bersalah

"Namun, ada tujuan dari rasa bersalah yang dialami ibu. Rasa bersalah merupakan kekuatan utama untuk membuat orang memperhatikan orang lain. Jadi, Ibu mungkin merasa bersalah tetapi juga memberikannya kepada orang lain. Rasa bersalah mungkin membuat Ayah membersihkan rumah, menyuruh anak-anak mengerjakan tugas-tugas rumah. Semua itu demi kebaikan yang lebih besar untuk menjaga kebersamaan keluarga," kata Lis.

Sedangkan untuk rasa bersalah ibu, semua ibu harus berhenti mengeluarkan penyataan "seharusnya" pada diri sendiri. Seperti 'seharusnya saya berbuat lebih banyak untuk anak-anak saya' atau 'saya harusnya tak boleh marah, harusnya lebih sabar'.

"Ini adalah serangan pada diri sendiri yang tidak pernah berakhir, dan kita tidak akan pernah bisa menang. Pada akhirnya, pastikan saja waktu yang ibu habiskan bersama anak-anak terasa berarti, dan lupakan semua yang menggangu," pesan Lis.