Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dua Kata yang Bisa Bantu Komunikasi dengan Anak Speech Delay

Dua Kata yang Bisa Bantu Komunikasi dengan Anak Speech Delay Ilustrasi (Foto: Shutterstock)

Dream - Kemampuan berbicara anak-anak di bawah usia 5 tahun berbeda-beda. Ada yang sudah memiliki banyak perbendaharaan kata dan mengerti dengan instruksi sederha atau hal yang dikatakan orangtuanya.

Banyak juga anak yang mengalami keterlambatan bicara atau speech delay. Hal ini membuat anak kerap mengamuk atau tantrum karena tak bisa mengungkapkan keinginannya dengan jelas. Orangtua atau orang di sekitarnya tak bisa mengeti apa yang diucapkannya.

Rachel Bowie, seorang terapis wicara anak, mengungkap kalau ada trik yang bisa dilakukan para orangtua dalam menghadapi anak-anak yang mengalami speech delay. Selalu ucapkan dua kata yaitu "tunjukkan pada mama/ papa".

"Misalnya balita ingin dicarikan mainan tertentu untuknya, tetapi perkataannya untuk mainan tidak jelas dan tak bisa dimengerti. Namun, dalam benaknya, itulah namanya dan juga persis seperti apa yang dia ucapkan. Semakin ditanya anak terus menjawab dengan bahasa dan orangtua tetap tak mengerti, hal ini bisa memicu frustasi anak dan ia mengamuk," kata Bowie.

 

Dampaknya

Dengan mengatakan 'tunjukkan padaku' dapat berfungsi sebagai pereda amukan. Pertama-tama, ini adalah pernyataan alih-alih pertanyaan dan merupakan cara yang lebih baik untuk memberikan tanggung jawab kepada mereka untuk menunjukkan kebutuhan mereka ketika belum dapat menemukan atau mengungkapkan kata-kata yang tepat.

Kedua, menghilangkan perasaannya yang jengkel karena tak ada yang mengerti. Sebaliknya, si balita yang sedang belajar menyusun kata akan jadi lebih banyak belajar, ada hal lain yang bisa dilakukan untuk menunjukkan keinginannya.

Bisa dengan memperlihatkan gambar, mainan favoritnya, atau hal lain yang disukainya. Layak dicoba!

Sumber: PureWow

Kecerdasan Emosi Anak Lelaki yang Penting Diajarkan Ayah

Dream - Perbedaan sikap orangtua pada anak lelaki dan perempuan akan sangat berpengaruh pada kecerdasan emosinya. Anak lelaki dan perempuan kerap diajari untuk berkomunikasi secara berbeda dari wanita.

Bila anak perempuan didorong untuk membicarakan emosi mereka dan diberi alat untuk melakukannya, pada anak laki-laki cenderung didorong untuk menutup emosi mereka. Tanpa disadari, hal ini memengaruhi kehidupan anak laki-laki. Mereka jadi tidak mampu mengatasi emosinya, mengalami kecemasan, stres, dan kemampuannya menjalani hubungan pribadi secara jangka panjang.

"Penelitian sebenarnya menunjukkan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki memiliki cara yang sangat berbeda dalam berkomunikasi dengan orang tua,” kata Dr. Gaile Dines, Presiden dan CEO Culture Reframed, dan Profesor Emeritus Sosiologi dan Studi Wanita Wheelock College, Boston, dikutip dari Fatherly.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi, memberi label dengan benar, dan menggunakan informasi emosional untuk memengaruhi pikiran dan tindakan.

 

Pembicaraan Lebih Terbuka Saat Tak Ada Kontak Mata

Menurut Dines, penting bagi anak lelaki untuk dibimbing oleh ayahnya terkait kecerdasan emosi. Saat ayah berbicara dengan anak laki-laki, hal itu cenderung lebih tentang olahraga atau aktivitas dan hanya sedikit tentang kosakata emosional.

Jadi, bagaimana ayah membangun kecerdasan emosi dengan anak lelakinya?

"Apapun yang tidak ada kontak mata. Bersepeda. Berada di dalam mobil. Aktivitas apa pun yang tidak melihat mata secara langsung. Sebenarnya anak laki-laki lebih baik berbicara ketika tidak ada kontak mata," ujar Dines.

 

Menjadi Contoh

Ada juga jenis pertanyaan yang diajukan seperti pertanyaan terbuka yang tidak memerlukan ya atau tidak. Tanyakan saja dengan lembut yang membutuhkan keterlibatan verbal.

"Jadi bukan 'apa harimu menyenangkan di sekolah?' tapi 'di sekolah ada yang bikin kesal gak?', pertanyaan yang memancing anak menceritakan perasaanya," kata Dines.

Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu anak-anak mengembangkan kosa kata emosi dan memberi tahu anak laki-laki bahwa berbicara tentang memiliki emosi sangat normal dan bisa membicarakannya. Hal itu juga merupakan cara yang sehat.

"Ingat, bukan hanya menyuruh anak untuk memiliki emosi yang baik, tapi menjadi contoh. Anak akan melihat emosi ayah saat menghadapi ibunya, dirinya dan orang-orang di sekitarnya," ujar Dines.

Perubahan Pria Menjadi Ayah Seperti Tahap Pubertas

Dream - Hadirnya anak ke dunia memang sangat mengubah kepribadian para orangtua. Bukan hanya ibu, tapi juga ayah secara psikologis. Saat seorang pria menjadi ayah, level testosteronnya menurun, oksitosin meningkat, dan siklus tidurnya pun bergeser.

Itu hanya permulaan. Semua perubahan ini dapat menyebabkan pergeseran kepribadian, peningkatan kesabaran dan empati, kerentanan, dan kesedihan. Depresi pascapartum bagi para ayah adalah pengalaman yang umum. Begitu pula dengan kematangan emosional, dan kelembutan dari seorang pria.

Menjadi seorang ayah adalah metamorfosis. Ketika pria menjadi ayah, mereka memasuki fase kehidupan baru, yang sangat berbeda dari yang terakhir.

"Seolah-olah mereka mencapai pubertas untuk kedua kalinya. Ada perubahan hormonal. Begitu juga dengan perubahan emosional. Masyarakat juga memandang secara berbeda. Ayah dan remaja baru memiliki banyak kesamaan," kata Shane Owens, Ph.D, seorang psikolog, seperti dikutip dari Fatherly.

 

Pengaruhi Tingkat Kedewasaan

Shane mengungkap kalau dirinya mendapati beberapa pria mengalami pergolakan total saat menjadi seorang ayah. Ini seperti pubertas kedua.

"Perubahan paling besar yang dapat saya pikirkan adalah perasaan bahwa alam semesta jauh lebih besar dan di luar kendali daripada yang kita kira," kata Owens.

Beberapa ayah mengungkap kalau mengalami tingkat kematangan emosional yang paling baik justru bukan saat anak pertamanya lahir. Justru kedewasaan muncul setelah lahirnya anak ketiga.

Peran ayah memang dapat memengaruhi tingkat kedewasaan, penelitian menunjukkan bahwa menjadi ayah yang baru menyebabkan perubahan fisiologis pada pria, meskipun mereka tidak menyadarinya.

Setelah menjadi ayah, kadar testosteron ayah menurun, penulis studi tahun 2016 menemukan. Sebuah tinjauan yang diterbitkan tahun lalu menyelidiki bagaimana penurunan testosteron ini dari sudut pandang evolusi. Pria dengan testosteron rendah cenderung kurang agresif dan lebih tertarik untuk bersarang (berumah tangga dengan baik) daripada berburu pasangan.

ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kelebihan Anak Keras Kepala yang Sering Tak Disadari Orangtua

Kelebihan Anak Keras Kepala yang Sering Tak Disadari Orangtua

Anak keras kepala cenderung ingin mencoba sesuatu dan tak mendengar pendapat orang lain.

Baca Selengkapnya
Orangtua Lengket dengan Gadget, Perkembangan Bahasa Anak Terancam

Orangtua Lengket dengan Gadget, Perkembangan Bahasa Anak Terancam

Penting bagi orang tua untuk meningkatkan kualitas komunikasi dengan si kecil.

Baca Selengkapnya
Curhat Kocak Ibu Hadapi Anak Ngamuk karena Ingin Tidur dengan Panci

Curhat Kocak Ibu Hadapi Anak Ngamuk karena Ingin Tidur dengan Panci

Banyak para ibu yang juga mengalami kejadian yang sama, yaitu harus menghadapi balita tantrum yang ternyata keinginannya sangat aneh.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Cara Memilih Susu untuk Menaikkan Berat Badan Anak Terbaru 2024

Cara Memilih Susu untuk Menaikkan Berat Badan Anak Terbaru 2024

Simak dan ikuti cara memilih susu untuk menaikkan berat badan anak, agar gizi anak tetap seimbang dan terpenuhi.

Baca Selengkapnya
Saran Dokter Anak, Mulai Ajarkan Si Kecil Berbagi di Usia Balita

Saran Dokter Anak, Mulai Ajarkan Si Kecil Berbagi di Usia Balita

Anak butuh dibiasakan saat bersama orang lain, ada batasan atau boundaries yang harus diikuti.

Baca Selengkapnya
Ternyata Ini Alasan Balita Suka Pukul Diri Sendiri Saat Tantrum

Ternyata Ini Alasan Balita Suka Pukul Diri Sendiri Saat Tantrum

Anak balita juga bisa menggigit, membenturkan kepala, memberontak, melempar atau menendang barang.

Baca Selengkapnya