Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Efek Pandemi, Anak Disabilitas Makin Sulit Mendapat Pendidikan

Efek Pandemi, Anak Disabilitas Makin Sulit Mendapat Pendidikan Ilustrasi (Foto: Shutterstock)

Dream - Belajar dari rumah mau tak mau harus dilakukan selama pandemi Covid-19. Seluruh murid di Indonesia, termasuk anak yang bersekolah di sekolah luar biasa (SLB), diminta untuk tetap berada di rumah demi menekan risiko penularan.

Faktanya, di Indonesia angka anak yang positif Covid-19 dan meninggal dunia karena virus tersebut tertinggi di Asia. Hal ini diungkapkan oleh Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam webinar, Jumat 3 Juli 2020.

"Anak yang positif Covid-19 di Indonesia, tertinggi di Asia, paling banyak di rentang usia 6-17 tahun. Kasus meninggal mencapai 1,7 persen dan paling tinggi usia balita," kata Ciput.

Kondisi tersebut membuat Kemen PPA juga menyoroti dampak Covid-19 pada anak-anak disabilitas di mana sangat bergantung pada orang dewasa untuk bisa beraktivitas. Pasalnya, kasus Covid-19 pada anak cenderung tertular dari pengasuh atau orangtuanya.

"Dari kajian cepat Kemen PPA, temuan utamanya adalah 81 % penduduk disabilitas terdampak secara serius karena Covid. Bahwa 30 persen disabilitas memahami dan mengikuti protokol dengan disiplin dan 70 persen belum dapat mengikuti protokol kesehatan. Bisa jadi belum mendapat informasi atau fasilitas masih belum inklusi," kata Ciput.

Fasilitas kesehatan tak bisa diakses dengan mudah dan cepat. Padahal anak disabilitas membutuhkan akses terapi dan pengobatan secara rutin. Kondisi ini akan sangat berdampak pada kesehatannya.

 

Aspek Pendidikan

Pandemi juga berdampak langsung pada akses pendidikan anak-anak disabilitas. SLB tentunya memiliki metode pengajaran yang berbeda dengan sekolah biasa. Dibutuhkan tutor atau guru khusus yang mendampingi anak serta disesuaikan dengan kondisi anak.

Dengan adanya pandemi, anak tak bisa ke SLB seperti biasa. Belajar secara online tak bisa dilakukan optimal karena sekolah tak siap dengan sarana serta prasarana sekolah jarak jauh.

"Anak disabilitas memerlukan terapi yang terus menerus, karena berhentinya tentunya akan memperlambat rehabilitasi. Ini termasuk di sekolah luar biasa. SLB yang ada sebagian besar tak cukup punya sarana untuk sekolah online, anak-anak di rumah juga tak punya fasilitas memadai," kata Ciput.

Keluarga dan Lingkungan, Kunci Agar Anak Tak Berkonflik dengan Hukum

Dream - Kasus-kasus hukum yang menimpa anak di bawah umur kerap kali membuat miris. Anak yang seharusnya masih dalam tahap tumbuh kembang, serta mendapat pendidikan, harus tertimpa masalah hukum yang pastinya membuat trauma.

Pada beberapa kasus, anak harus mendapat pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Setelah selesai dibina dan kembali ke masyarakat, anak masih harus berhadapan dengan stigma.

Kondisi ini merupakan hal yang sangat serius dan harus ditangani dengan baik. Hasan, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi, Hasan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkap sejumlah fakta terkait anak-anak yang keluar dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

"Anak yang berkonflik dengan hukum dan keluar LPKA, lalu kembali ke rumah sering mendapat stigmatisasi. Bukan hanya dari masyarakat tapi juga orangtuanya," kata Hasan, dalam webinar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Jumat 26 Maret 2020.

 

Rentan Melakukan Lagi Jika Tak Diterima

Stigma dan penolakan ini membuat anak beranggapan kalau lingkungan tak mendukung. Ia kembali mencari kelompok lain yang menerimanya dan bisa kembali melakukan hal yang berlawanan dengan hukum.

Menurut Hasan, penting untuk masyarakat dan lingkungan sekitar merangkul anak yang keluar dari LPKA. Lingkungan anak tinggal juga sangat berpengaruh, misalnya jika di area tersebut ada peredaran narkoba, prostitusi, pornografi atau aksi kriminal lain, akan dengan mudah akan melakukannya lagi.

 

Lingkungan yang sehat

"Perlu menciptakan lingkungan yang sehat agar anak tidak lagi melakukan tindak pidana lagi. Di situ mungkin ada narkoba, penjualan miras. Seharusnya Pemda melakukan pencegahan. Itu sebenarnya akar permasalahan," ungkap Hasan.

Ia juga mengingatkan semua pihak untuk tak membuat stigma negatif pada anak yang keluar dari LPKA. Anak harus diterima dengan baik dan diberi motivasi.

"Kita tekankan stlh anak keluar jadi anak yang baik, semangat untuk hidupnya, melihat ke depan punya tujuan hidup yang lebih baik lagi," ungkapnya.

ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP